Sejak mencuatnya kasus penganiayaan Sumiati, TKW asal NTB, yang dilakukan oleh majikannya di Arab Saudi, serta Kikim Komalasari yang dibunuh majikannya, juga di Arab Saudi, membuat pemerintah berencana untuk memberikan handphone (HP) kepada setiap TKI. Rencana ini disampaikan langsung oleh Presiden SBY, dalam sebuah jumpa pers seusai rapat terbatas membahas masalah TKI, di Kantor Presiden, Jakarta (19/11/2010). Menurut Pemerintah, pemberian fasilitas handphone ini, bertujuan untuk memudahkan para TKI, melalukan pelaporan jika mendapat perlakuan yang tidak adil dan tidak baik.
Rencana pemerintah untuk memberikan handphone kepada setiap TKI ini, mendapat banyak pertanyaan dan tanggapan pesimis dari masyarakat. Ada yang menganggap rencana pemerintah ini merupakan ide yang tidak cerdas, tidak bermutu, dan lain sebagainya. Pada intinya, masyarakat mempertanyakan dan meragukan keefektifan rencana tersebut.
Saya sendiri termasuk orang yang sangat meragukan keefektifan rencana pemberian fasilitas handphone ini. Menurut saya, yang dibutuhkan TKI bukanlah handphone, tetapi jaminan perlindungan. Saat ini, handphone bukan lagi barang mahal yang hanya bisa terbeli dan dimiliki oleh orang-orang kaya. Jadi, tanpa diberi fasilitas handphone pun, saya yakin para TKI sudah punya handphone masing-masing.
Selama ini berita yang terdengar, bahwa paspor para TKI disita oleh majikannya, lalu bagaimana dengan handphone mereka nantinya? apakah ada jaminan kalau handphone tersebut tidak akan ikut disita? Dan apakah nantinya, bila ada laporan penyaniayaan akan langsung ditindak lanjuti? Selama perlindungan yang diberikan pemerintah lemah, maka fasilitas handphone itu, tidak akan berarti apa-apa.
Kemarin (20/11/2010), di sebuah acara metrotv, saya mendengar kesaksian orang tua seorang TKW yang anaknya meninggal di Arab Saudi. Menurut kabar yang dia terima, anaknya meninggal gara-gara jatuh dari apartemen. Dia sudah berusaha meminta bukti kalau anaknya itu benar-benar meninggal akibat jatuh dari atas apartemen, tapi tidak ditanggapi. Justru, dia disodori sebuah surat perjanjian beserta sejumlah uang, agar tidak memperpanjang masalah anaknya tersebut. Berdasarkan kesaksian bapak ini, jauh sebelum anaknya meninggal, anaknya sudah pernah mengeluhkan kekerasan yang diterimanya itu ke pihak konjen. Namun, justru pihak konjen malah menyarankan untuk segera pulang ke majikannya, karena kalau tidak, dia akan didenda 3000 dollar.
Dari kasus di atas, kita bisa menyimpulkan, kalau perlindungan yang diberikan negara bagi para pahlawan devisa, sangat lah lemah, bahkan terkesan tidak peduli. Pantas aja, banyak kasus TKI yang disiksa. Padahal, kalau saya dengar, tenaga kerja dari negara lain juga banyak di sana, namun kenapa mereka jarang mendapat kekerasan? karena negara mereka benar-benar memberikan jaminan perlindungan. Kasihan banget ya, jadi orang indonesia?!
Kembali ke masalah pemberian fasilitas handphone bagi TKI. Selama jaminan perlindungan dari pemerintah masih lemah, seperti sekarang, maka pemberian fasilitas handphone tidak akan ada gunanya. Jadi menurut saya, pemberian fasilitas handphone, tidak perlu. Istilah anak sekarang, “nggak penting bgt deh..!!!”.
Bagaimana menurut Anda?